SEJARAH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Oleh : Mustanan,
I. PENDAHULUAN
Apapun aktivitas yang dilakukan oleh manusia apabila ingin berhasil dengan baik pasti membutuhkan manajemen. Manajemen juga dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa manajemen, besar kemungkinan semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit. Dalam Q.S. al-Hasyr / 59 : 18 Allah swt. Berfirman :
Terjemahnya :
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat tersebut memberi perintah untuk memperhatikan apa yang akan diperbuat untuk hari esok. Serta melakukan evaluasi terhadap amal-amal yang telah dilakukan. Perencanaan (Planning) dan evaluasi (evaluating) merupakan salah satu dari fungsi manajemen. Planning adalah kemampuan untuk merencanakan suatu tindakan yang tepat dan akurat. Untuk memudahkan menyusun rencana tersebut maka harus bisa menjawab rumus 5W+1H yaitu what (apa) yang akan dilakukan, why (mengapa) harus melakukan, when (kapan) melakukan, where (dimana) melakukan, who (siapa) yang melakukan apa, how (bagaimana) cara melakukan. Sedangkan Evaluating adalah suatu proses pengawasan untuk mengukur atau membandingkan antara perencanaan yang telah dibuat dengan pelaksanaan yang telah di capai.
Azhar arsyad dalam bukunya Retorika Kaum Bijak mengemukakan salah satu syair arab yaitu :
Artinya :
Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang teratur dengan baik (terorganisir).
Syair tersebut menunjukkan begitu pentingnya sebuah manajemen dalam mengatur kehidupan. Siapa yang mampu memperbaiki manajemen hidupnya itulah yang akan sukses. Oleh karena itu setiap pelaku organisasi selalu melakukan inovasi untuk menata manajemen organisasinya, baik organisasi dalam bentuk yang luas seperti Negara, maupun organisasi dalam lingkup yang lebih kecil daripada itu, termasuk bidang pendidikan.
Dewasa ini di Indonesia terjadi perubahan signifikan dalam paradigma manajemen pembangunan nasional. Paradigma tersebut bersumber dari pergeseran orientasi pembangunan dari pendekatan sentralistik ke pendekatan desentralistik. Perubahan ini seiring dengan munculnya tuntutan demokratisasi disamping adanya kesadaran bahwa apapun yang dilakukan hendaknya tetap bertumpuh (berbasis) pada kemampuan sumber daya organisasi hingga ke lapisan bawah. Dengan diberlakukannya otonomi daerah sebagai perwujudan undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka sebagian besar kebijakan pemerintahan pusat dilimpahkan ke pemerintah daerah.
Dengan otonomi dan desentralisasi diharapkan masing-masing daerah termasuk masyarakatnya akan lebih terpacu untuk mengembangkan daerahnya masing-masing agar dapat bersaing. Konsekuansi dari otonomi dan desentralisasi juga terjadi di bidang pendidikan. Muara tujuan dari otonomi di bidang pendidikan adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan Nasional di Indonesia.
Berbagai hal telah dilakukan pemerintah untuk memajukan pendidikan sebagai bentuk implementasi tujuan Pendidikan Nasional. Perhatian pemerintah telah lebih maju dengan melakukan pergeseran orientasi pembaharuan dengan lebih fokus pada penataan menajemen pendidikan. Salah satu contoh terbaik untuk melukiskan hal itu adalah penerapan Manajemen Berbasil Sekolah (MBS). Meskipun konsep ini lebih menekankan pada peningkatan partisipasi warga sekolah dan penyerahan kewenangan seluas-luasnya kepada sekolah dalam mengambil keputusan dalam melaksanakan kegiatannya, namun diyakini bahwa dengan kewenangan dan partisipasi itu, sekolah memiliki keluasan yang cukup besar dalam mengembangkan sekolahnya yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu sekolah.
Konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu kebijakan nasional yang dituangkan dalam undang-undang No. 25 tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional tahun 2000-2004, dan termuat dengan jelas dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu efesiensi pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dalam membentuk pribadi peserta didik.
Pendekatan manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu sistem yang secara luas dikenal dalam rangka pemberian kewenangan luas kepada sekolah. Pendekatan ini berpijak pada anggaran dasar bahwa dengan memberi kewenangan dan kemandirian kepada sekolah akan mencipatakan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan sekolah. Penerapan MBS akan meningkatkan partisipasi warga sekolah (guru, siswa, staf, dan masyarakat) dalam proses pelaksanaan pendidikan sehingga pada gilirannya akan meningkatkan akuntabilitas sekolah pada warganya.
II. PEMBAHASAN
A. Penegertian Manajemen Berbasis Sekolah
Sebelum menjelaskan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah maka, terlebih dahulu penulis akan menguraikan pengertian manajemen secara umum. Yang ditemukan di berbagai referensi. Manjemen secara etimologi berasal dari kata to manage (Bahasa Inggris) yang berarti mengatur. dalam Webstr’s New Coolegiate Dictionary kata Manage berasal dari bahasa Itali managgio yang selanjutnya kata ini berasal dari bahasa latin manus yang berarti tangan (hand). Tangan di sini dapat dipahami sebagai suatu kecakapan dalam mengelola sesuatu.
Secara terminology manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Istilah manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif melaui orang lain. Manajemen dipahami sebagai kemampuan atau keterampilan melakukan suatu proses dengan cara sistematis dalam melaksanakan pekerjaan.
Manajemen sering pula diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu karena menejemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sitematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat karena manajemen mencapai sasaran melaui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan tugas. Dikatakan sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu tujuan. Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa pada dasarnya manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam melaksanakan suatu aktifitas dengan mengguanakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Semua bidang kehidupan pasti memerlukan manjemen dalam melaksanakan kegiatannya, termasuk dalam bidang pendidikan. Kini dunia pendidikan telah menerapkan sutu konsep manajemen yang dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Secara leksikal Manajemen Berbasis Sekolah dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan sumber daya yang berdasar pada sekolah itu sendiri dalam proses pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan .
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Secara umum dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah . Dengan pengertian itu sekolah memiliki kewenangan lebih besar dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu dan melakukan evaluasi peningkatan mutu). Jadi sekolah merupakan unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedangkan unit di atasnya merupakan unit pendukung dan pelayan sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.
Pengambilan keputusan partisipatif yang diterapkan dalam MBS adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik. Warga sekolah didorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkonstribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan dalam pengambilan keputusan, maka dia akan mempunyai rasa memiliki terhadap keputusan tersebut, sehingga juga akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah.
Slamet PH. Dalam Syaifuddin mengemukakan bahwa Manajemen berbasis sekolah merupakan pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara otonom melalui sejumlah infut manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif). Kelompok kepetingan yang dimaksud tersebut meliputi : kepala sekolah beserta wakil-wakilnya, guru, siswa konselor, tenaga administratif, orang tua siswa, tokoh masyrakat, para profesional, wakil pemerintah, serta wakil oraganisasi pendidikan.
Secara luas MBS berarti pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. Apabila dipahami secara sempit maka MBS meletakkan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dari pemerintah daerah ke kepada sekolah, yang, yang menyangkut bidang anggaran, personel dan perumusan tujuan sekolah. Oleh karena itu MBS memberikan hak kontrol yang lebih besar dalam proses pendidikan dan memberikan mereka tanggung jawab untuk mengambil keputusan.
Menurut Umaedi dalam B. Suryosubroto menjelaskan bahwa MBS adalah konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing-masing berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Dalam penjelasan pasal 51 undang-undang sistem pendidikan nasional MBS diartikan dengan Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Yang dmaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hat inl kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendldikan.
Dari berbagai pengertian yang telah dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa Manajemen Berbsasis Sekolah merupakan bentuk pengelolaan sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi yang luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan lingkungan setempat.
B. Sejarah Munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
1. Manajemen Berbasis Sekolah di Negara-Negara Maju
Negara Inggris Raya, New Zealand, beberapa negara bagian di Australia, dan Amerika Serikat adalah negara yang pertama kali pada tahun 1970-an telah menerapkan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam agenda pembangunan pendidikannya. Pada tahun 1990-an, kebijakan MBS kemudian diadopsi di negara-negara Asia, termasuk wilayah Hongkong, Sri Langka, Korea, Nepal, dan dunia Arab. Daerah Eropah Timur, revolusi politik pada tahun 1990-an telah menimbulkan perubahan dalam kebijakan pendidikan, yang kemudian merambat ke daerah Afrika, kawasan Latim Amerika, dan negara-negara berkembang lainnya di seluruh dunia.
Munculnya MBS tidak terlepas dari upaya-upaya untuk memperbaiki mutu pendidikan di suatu negara. Sejak tahun 60-an dan 70-an banyak sekali inovasi yang telah dilakukan, misalnya pengenalan kurikulum baru, pendekatan baru dan metode baru dalam proses pembelajaran, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Baru ketika tahun 80-an, saat terjadi perkembangan manajemen dalam dunia industri dan organisasi komersial mencapai sukses, maka para pakar pendidikan pun percaya bahwa untuk memperbaiki mutu pendidikan, perlu ada lompatan pemikiran dari lingkup pengajaran di dalam kelas secara sempit ke lingkup organisasi sekolah. Lompatan pemikiran yang dimaksud tersebut adalah perubahan dalam struktur dan gaya manajemen sekolah dengan mengadopsi aplikasi manajemen modern.
Setelah adanya kesadaran itu muncullah berbagai gerakan reformasi seperti gerakan sekolah efektif (effective scholl), ada gerakan anggaran sekolah mandiri (self budgeting school) yang menekankan otonomi penggunaan sumber dana sekolah. Ada juga pengembangan kurikulum berbasis sekolah (school based curriculum development), pengembangan staf berbasis sekolah (school based staff develovment) serta bimbingan siswa berbasis sekolah (scholl based student counseling). Gerakan reformasi yang menggunakan pendekatan berbeda-beda itu kemudian melahirkan satu konsep dengan istilah Manajemen Berbasis Sekolah.
Lahirnya MBS di suatu Negara tetap berdasarkan dengan sistem pendidikan yang ada sebelumnya. Di Hongkong misalnya kemunculan MBS dilatar belakangi kondisi pendidikan yang kurang baik sehingga perlu adanya perbaikan sistem pendidikan. MBS di sebut dengan the School Management Initiative. Di Kanada kemunculan MBS menggunakan istilah School Site Decision Making, yang didasari dengan adanya kelemahan dari pendekatan fungsional yang mengontrol dan membatasi partisipasi bawahan. Agar kekuatan bawahan menjadi suatu kekuatan yang nyata maka perlu dilembagakan yaitu dalam bentuk MBS.
Di Amerika Serikat kemunculan MBS disebabkan masyarakat mulai mempertanyakan relevansi dan korelasi hasil pendidikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Saat itu kinerja sekolah-sekolah di negeri paman sam itu dianggap tidak sesuai dengan tuntutan yang dibutuhkan oleh siswa untuk terjun ke dunia kerja. Setelah dianggap tidak mampu memberikan hasil maksimal dalam konteks kehidupan kompetitif secara global. Salah satu indikasinya adalah perstasi siswa untuk beberapa mata pelajaran tidak memuaskan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka langkah yang ditempuh adalah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah sehingga menghasilkan kinerja sekolah yang baik. Hal itu dapat dipahami bahwa penerapan MBS di Amerika terjadi setelah masyarakat dan pemerintah menyadari pentingnya pendidikan di masa depan.
Lahirnya MBS di Inggris berawal dari inisiatif reformasi pendidikan yang kemudian diakomodir dalam undang-undang pendidikan (education art) antara lain berisi adanya kurikulum inti nasional, adanya ujian nasional serta pelaporan nasional. Kontrol terhadap anggaran sekolah diberikan kepada lembaga pengelola/pengawas beserta para kepala sekolah. Selain itu juga memberikan pilihan kepada orang tua dengan cara meningktkan diversifikasi dan meningktkan akses terhadap sekolah. Sementara itu bantuan dana pendidikan dari pemerintah pusat diberikan langsung kepada sekolah-sekolah. Dengan dasar inilah sehingga di inggris MBS dikenal dengan istilah grant maintained school (GMS). Atau manajemen swakelola pada tingkat lokal.
Reformasi bidang pendidikan seperti ini juga terjadi di Negara-negara maju lainnya seperti Australia, Francis, New Zeland dan sebagainya. Dari uraian tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa meskipun konsep dan motif penerapan MBS di berbagai Negara mempunyai perbedaan, akan tetapi rata-rata dilatar belakangi oleh beberapa hal yaitu :
a. Terjadinya ketimpangan kekuasaan dan kewenangan yang terlalu terpusat pada atasan dan mengesampingkan bawahan
b. Kinerja pendidikan yang tidak kunjung membaik bahkan cenderung menurun.
c. Adanya kesadaran para birokrat dan desakan dari para pecinta pendidikan untuk merekunstrukturisasi pengeloalaan pendidikan.
d. Untuk melibatkan semua warga sekolah dalam mengambil kebijakan dan merumuskan tujuan sekolah.
2. Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia
Di Indonesia latar belakang munculnya MBS tidak jauh berbeda dengan Negara-Negara maju yang lebih dulu menerapkannya. Perbedaan yang mencolok hanya lambatnya kesadaran para pengambil kebijakan pendidikan di Indonesia. Negara maju sudah banyak mengadakan reformasi pendidikan pada tahun 1970-an sampai tahun 1980-an, sementara Indonesia reformasi pendidikan tersebut terjadi 30 tahun kemudian.
Di Indonesia munculnya gagasan MBS sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Pengelolaan pendidikan di Indonesia selama ini sangat bersifat sentralistik, di mana pusat sangat dominan dalam pengambilan keputusan, sebaliknya daerah dan sekolah bersifat fasif hanya sebagai penerima dan pelaksana perintah pusat. Pola kerja sentralistik itu sering mengakibatkan adanya kesenjangan antara kebutuhan ril sekolah dengan perintah dengan perintah atau apa yang digariskan oleh pusat. Sistem sentralistik dinilai kurang bisa memberikan pelayanan yang efektif dan tidak mampu menjamin kesinambungan kegiatan lokal. Oleh karena itu perlu adanya formula baru dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia. Formula baru itu memungkinkan sekolah memiliki otonomi yang seluas-luasnya, yang menuntut peran serta masyarakat secara optimal. Dengan dasar inilah muncul penerapan MBS di Indonesia.
Penerapan MBS di Indonesia diawali dengan dikeluarkannya undang-undang No.25 tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional tahun 2000-2004. Konsep MBS ini kemudian tertuang dengan jelas dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 51 Yaitu :
1. Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
2. Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia menggunakan model Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) muncul karena beberapa alasan antara lain, pertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemampaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya. Kedua sekolah lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat mencipatakan transparansi dan demokrasi yang sehat. MBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh Karena itu MBS di Indonesia merupakan pola baru dalam di dunia pendidikan yang diharapkan dapat memberikan angin segar terhadap peningkatan mutu pendidikan.
C. Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
1. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk memberdayakan sekolah, terutama sumber daya manusia. Melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan. Sedangkan menurut Supriono Subakir dan Achmad Sapari bahwa tujuan utama penerapan MBS adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dan meningkatkan relevansi pendidikan di sekolah, dengan adanya wewenang yang lebih besar dan lebih luas bagi sekolah untuk mengelola urusannya sendiri. MBS akan meningkatkan kualitas keputusan tentang pendidikan karena keputusan itu dibuat oleh orang yang paling mengerti tentang sekolah. Partisipasi dalam mengambil keputusan akan menghasilkan tingkat komitmen yang tinggi.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia seperti yang dikutif Nurkolis menyatakan bahwa tujuan MBS dengan model manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah :
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah tanpa mengabaikan kebijakan dan prioritas sekolah.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada sekolahnya
d. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
Tujuan lain Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, messo maupun mikro.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum tujuan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah adalah untuk memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah dalam kerangka meningkatkan kualitas pendidikan. MBS memberikan kewenangan yang luas kepada kepala sekolah dalam mengelola sekolah tanpa mengabaikan kebijakan dan prioritas pemerintah.
2. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Salah satu manfaat MBS adalah memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar kepada sekolah disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otooimi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas.
Menurut Nurkolis penerapan Manajemen Berbasis sekolah mempunyai beberapa manfaat atau keuntungan yaitu :
a. Secara formal MBS dapat memahami kehlian orang-orang yang bekerja di sekolah. Keahlian dan kemapuan personil sekolah itu dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Meningkatkan moral guru. Moral guru akan meningkat karena adanya komitmen dan tanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan. Selanjutnya guru akan mendukung dengan sepenuh tenaganya untuk mencapai tujuan.
c. Keputusan yang diambil oleh sekolah memiliki akuntabilitas. Hal ini terjadi karena konstituen sekolah memiliki andil yang cukup dalam setiap pengambilan keputusan. Akhirnya mereka dapat menerima konsekuensi atas keputusan yang diambil dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan yang ditetapkan bersama.
d. Menyesuaikan sumber keuangan terhadap tujuan instruksional yang dikembangkan di sekolah. Keputusan yang diambil pada tingkat sekolah akan lebih rasional karena mereka tahu kekuatannya sendiri, terutama kekuatan keuangannya.
e. Menstimulasi pemimpin baru di sekolah. Pengambilan keputusan di sekolah tidak akan berjalan tanpa adanya perang seorang pemimpin. Dalam MBS pemimipn akan muncul dengan sendirinya tanpa menunggu penunjukan dari birokrasi pendidikan.
f. Meningkatkan kualitas, kuantitas dan fleksibilitas komunikasi tiap komunitas sekolah dalam rangka mencapai kebutuhan sekolah. Kebersamaan dalam setiap pemecahan masalah di sekolah telah memperlancar arus komunikasi di antara warga sekolah.
Pendapat lain mengemukakan bahwa penerapan MBS memberi manfaat yang lebih besar. Manfaat-manfaat tersebut adalah pertama, memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang dapat memperbaiki pembelajaran. Kedua, memberikan kesempatan kepada seluruh komunitas sekolah untuk memberikan keputusan utama. Ketiga, mempokuskan pada akuntabilitas keputusan. Keempat, mengerahkan pada adanya kretivitas dalam mendesain program. Kelima, menggerakkan kembali sumber daya guna mendukung pencapaian tujuan yang dikembangkan oleh masing-masing sekolah. Keenam, mengarahkan pada penganggaran yang realistik karena orang tua dan guru semakin menyadari stautu keuangan sekolah, batasan pengelauaran dan pembiayaan program. Ketujuh, meningktakan moralitas guru dan memelihara munculnya pemimpin baru.
Secara umum manfaat MBS adalah menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, sehingga mnjamin partisiasi staf, orang tua, peserta didik dan masyarakat yang lebih luas dalam perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan. Selanjutunya aspek-aspek tersebut pada akhirnya akan mendukung efektivitas dalam mencapai tujuan sekolah. Adanya control dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah, pengelolaan sekolah menjadi lebih akuntabel, transparan, egaliter, dan demokratis serta menghapuskan monopoli dalam pengelolaan pendidikan.
Sejarah Lahirnya MBS
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
salam & semoga sukses
Posting Komentar