HISTORIOGRAFI ISLAM MODERN

On Selasa, 15 Februari 2011 1 komentar

Oleh : Mustanan

I.PENDAHULUAN
Penulisan sejarah adalah usaha rekonstruksi peristiwa yang terjadi di masa lampau. Penulisan itu bagaimanapun baru dapat dikerjakan setelah dilakukannya penelitian, karena tanpa penelitian penulisan menjadi rekonstruksi tanpa pembuktian. Dalam penelitian dibutuhkan kemampuan untuk mencari, menemukan dan menguji sumber-sumber yang benar. Sedangkan dalam penulisan dibutuhkan kemampuan menyusun fakta-fakta, yang bersifat pragmentaris ke dalam suatu uraian yang sistematis, utuh dan komunikatif. Keduanya membutuhkan kesadaran teoretis yang tinggi serta imajinasi historis yang baik. Sehingga sejarah yang dihasilkan tidak hanya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang elementer.
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat elementer dan mendasar tersebut adalah fakta sejarah yang merupakan unsur yang memungkinkan adanya sejarah. Dengan demikian penulisan ilmu sejarah tidak hanya menuntut kemampuan teknis dan wawasan teori, tetapi juga integritas yang tinggi. Karena itu dalam melakukan studi sejarah, sejarawan sering meninjau kecenrungan pribadinya. Hasil dari penulisan sejarah atu tarikh inilah yang kemudian disebut dengan historiografi.
Penelitian dan penulisan sejarah berkaitan pula dengan latar belakang wawasan, latar belakang metodologis penulisan dan latar belakang sejarawan atau penulis sejarah. Kejadian-kejadian yang telah terjadi di masa lampau telah meninggalkan berbagai sumber. Sejarawan bisa menggunakan sumber-sumber itu sebagai petunjuk untuk penelitian lebih lanjut. Sumber-sumber itu dipakai oleh sejarawan untuk membuat rekonstruksi terhadap kejadian yang terjadi tersebut.
Penulisan sejarah atau historiografi khususnya dalam dunia Islam telah melewati berbagai masa. Mulai masa historiografi Islam klasik (650-1250), historigrafi Islam masa pertengahan (1250-1800), sampai pada historigrafi Islam di masa modern (1800 sampai sekarang). Masa historiografi Islam tersebut masing-masing memiliki ciri dan karakter tersendiri. Khusus masa historiografi Islam modern mengambil patokan di penghujung abad ke-18, di mana mesir sudah memperlihatkan tanda-tanda kebangkitan. Kebangkitan tersebut ditandai dengan munculnya Abd. al-Rahma>n al-Jabarti< sebagai penulis sejarah. Penulisn sejarah Islam di masa modern ini merupakan salah satu masa yang sangat urgen untuk kita telusuri lebih jauh. A.Historiografi Islam di Masa Al-Jabarti Di penghujung abad ke-18, mesir sudah memperlihatkan tanda-tanda kebangkitan. Mesir memang merupakan negeri muslim yang pertama mengalami kebangkitan kembali, setelah sekian lama mengalami kemunduran. Kebangkitan ini dimulai dengan munculnya beberapa orang penulis mesir dari berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang sejarah Abd. Rahma>n al-jabarti> dapat dikatakan sebagai pelopor dan perintis kebangkitan kembali arab Islam di Mesir pada abad ke-19.
Al-Jabarti yang bernama lengkap ‘Abd. Al-Rahma>n ibn Hasan al-Jabarti dilahirkan dikairo mesir (1167 H./1754 M.-1240 H./1285 M.) adalah sejarawan mesir terkenal yang hidup di tiga periode politik Mesir yaitu zaman pemerintahan Turki Usmani, zaman pendudukan perancis dan zaman pemerintahan Muh`ammad ‘Ali> Pasya.
Al-Jabarti berasal dari keluarga ulama yang aktif mengajar di pusat komunitas (riwaq) warga Jabarat Kairo dan aktif berkecimpung di dunia ilmiah. Beberapa orang diantaranya dikenal sebagai ilmuwan al-Azhar Mesir. Ayahnya sendiri H`asan al-Jabarti (w. 1179 H.) adalah seorang ahli keagamaan Islam dan ilmu pasti terutama astronomi. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang mempunyai hubungan baik dengan para pejabat pemerintahan. Rumahnya merupakan tempat berkumpulnya para ulama dan tokoh-tokoh agama. Data ini menunjukkan bahwa al-Jabarti menjadi ilmuwan sejarah terkenal memang berasal dari keturunan keluarga ilmuwan. Oleh sebab itu Abd. Rahman al-Jabarti telah melanjutkan tradisi keilmuwan yang sudah dikembangkan oleh anggota keluarganya lebih dahulu.
Dalam bidang sejarah al-Jabarti telah menulis dua buku penting, yang pertama buku yang berjudul aja’i>b al-as\ar fi> al-tara>jim wa al-akba>r yang berarti peninggalan yang menakjubkan tentang biografi tokoh dan peristiwa sejarah yang juga dikenal dengan nama tarikh al-Jabarti. Buku ini dimulai dengan muqaddimah, dilanjutkan dengan peristiwa-peristiwa pada tahun 1099 H. dan berakhir dengan peristiwa pada tahun 1236 H. buku yang paling lengkap menerangkan sejarah mesir pada abad ke-12 dan ke-13 H. (abad ke18 dan ke-19 M.) ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Francis dan diterbitkan di sana. Secara garis besar, sesuai dengan judulnya, karya ini dibagi menjadi dua bagian: bagian pertama tentang peristiwa-peristiwa sejarah, dan bagian ke-dua tentang biografi para tokoh. Yang terakhir ini mempunyai nilai sosial yang sangat besar karena ia menggambarkan secara terinci kehidupan penduduk dunia Islam Bagian Timur.
Buku yang kedua yang ditulis al-Jabarti adalah Mazhar al-Taqdi>s. merupakan sebuah catatan terinci tentang proses pendudukan Francis atas Mesir. Buku ini diterbitkan kembali dalam bahasa Arab dengan bentuk ringkasan pada tahun 1960-an, tanpa suntingan, dan dibagikan di sekolah-sekolah yang berada di bawah kooordinasi Departemen dan Pengajaran Mesir. Bentuk utuh buku ini dalam bahasa Arab tidak pernah terbit lagi namun pernah diterjemahkan dan terbit di Paris pada tahun 1838 dalam bahasa Turki dan bahasa Francis.
Dalam penulisan sejarah Mesir pada masa Turki Usmani, al-Jabarti mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sejarawan yang lain karena ia menggambarkan potret utuh masyarakat Mesir pada masa itu dengan sempurna serta berusaha melakukan penelitian mendalam terhadap peristiwa-peristiwa yang ditulisnya. Ia juga menyatakan dalam bukunya bahwa ia menulis sejarah bukan karena perintah penguasa karena ia adalah seorang independen. Tidak ada tanda bahwa ia berusaha menjilat dengan memuji-muji para penguasa agar memperoleh keuntungan, baik moral maupun materil, namun dirinya dalam hal ini bersifat netral dan bahkan kritis terhadap penguasa. Hasil penelitian sejarah al-Jabarti ini betul-betul bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena tidak mengandung unsur rekayasa.
Al-Jabarti dapat dikatakan sebagai sejarawan yang dengan sadar menghidupkan kembali ilmu sejarah (historiografi) Arab-Islam di Mesir. Pada masa pemerintahan Ottoman atau Usmani di duinia Arab (1517-1922) yang berpusat di Istambul, buku-buku sejarah yang bermutu tidak lagi muncul dalam bahasa Arab, tetapi dalam bahasa Turki. Bahkan dapat dikatakan bahwa sebelum munculnya karya al-Jabarti, pada masa itu tidak ada lagi buku yang dapat dikatakan sejajar dengan karya-karya sejarah dalam bahsa Arab dari masa sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendudukan Turki Usmani di wilayah-wilayah Arab, termasuk Mesir telah dengan serius menghilangkan Historiografi Arab-Islam secara menyeluruh.
Memang masih ada karya tulis sejarah yang bersifat lokal di Mesir, jazirah Arab, Suriah dan Irak, tetapi karya-karya itu merupakan hasil yang sangat terbatas. Karya-karya itu merupakan sisa-sisa kejayaan penulisan sejarah Islam di masa lalu yang tengah menghadapi sekarat. Oleh karena itulah ketika Abdurahman al-Jabarti muncul dengan karya besar sejarahnya, dia kemudian dinilai sebagai seorang pahlawan sejarah Arab Islam yang telah memberi nyawa baru terhadap ilmu ini. Kehadirannya dipandang sebagai momentum kebangkitan kembali penulisan sejarah Arab-Islam, terutama di Mesir. Apalagi, ternyata angin segar yang ditiupkannya mendapat respon positif di mana Banyak ilmuwan menjadi pelanjutnya.

B. Historiografi Islam di Mesir pada Abad ke-19 Pasca Al-Jabarti
Gerakan kebangkitan yang dipelopori oleh al-Jabarti di atas terputus beberapa tahun ketika terjadi pendudukan Napoleon dari Prancis atas Mesir (1798-1802 M.) namun pendudukan itu sendiri memberikan saham yang tidak dapat dikatakan kecil bagi kebangkitan Mesir pada masa selanjutnya., termasuk dalam bidang sejarah.
Setelah Prancis meninggalkan Mesir, penguasa baru Mesir Muhammad Ali Pasya bertekad untuk memulai pembangunan Mesir dengan meniru Barat. Sekolah-sekolah baru dibuka dan para mahasiswa dikirim ke Eropa. Pada masa ini gerakan penulisan sejarah yang dipelopori al-Jabarti disusul oleh Ismai>l al-Kasyasya>f dan al-Aththa>r yang mulai mendapat pengikut di al-Azhar yang juga terhenti sebagaimana pada masa pendudukan Napoleon tersebut. Muhammad Ali Pasya pada waktu itu menggalakkan gerakan penterjemahan. Di awal paroan ke-dua abad ke-19, muncul dua kelompok yang menjadi pelopor kedua setelah al-Jabarti dalam kebangkitan penulisan sejarah.
Kelompok pertama adalah Rifa> al-Thahthawi> yang memiliki latar belakang pendidikan Islam di al-Azhar, kemudian menambah pengetahuan di lembaga pendidikan di Prancis, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok Ali> Muba>rak yang mempunyai latar balakang pendidikan yang berbeda dengan kelompok pertama. Mereka yang disebut terakhir ini mempunyai latar belakang pendidikan dalam bidang ilmu pengatahuan (science), teknik, astronomi dan arkeologi. Kedua kelompok ini di dalam penulisan penulisan sejaran dipengaruhi oleh literatur dan pengetahuan kebudayaan Prancis. Mereka sama-sama menggunakan referensi buku-buku sejarah pada masa klasik dan pertengahan Islam, disamping juga menggunakan referensi-referensi barat modern. Dalam menulis, mereka juga sama-sama memusatkan perhatian kepada sejarah tanah Air mereka sendiri. Tulisan-tulisan mereka itu semakin disempurnakan setelah diperolehnya bahan-bahan dari penelitian arkeologi dan sejarah.
Faktor-faktor tersebut telah meninggalkan kesan yang mendalam pada masa penulisan sejarah dan menciptakan kesadaran sejarah di Mesir pada abad ke-19. Sejumlah besar kitab ditulis dan penelitian sejarah dilakukan secara intensif dan luas. Ahli-ahli sejarah Mesir pada masa sesudahnya tidak hanya bertumpu pada sejarah Mesir dan Islam, tetapi juga menyajikan masalah lain yang tidak begitu dikenal di dalam periode Islam masa klasik dan pertengahan. Jenis-jenis buku sejarah yang terbit ketika itu adalah sejarah umum, sejarah Negara-negara tetangga, memoar pribadi, sejarah Mesir dari masa ke masa tertentu, sejarah tifografi dan sejara kota, biografi, novel sejarah, bahkan juga ada penulisan dalam bahasa asing, terutama bahasa Prancis dan kemudian Inggris.
Berbeda dengan penulisan sejarah pada masa Islam klasik dan pertengahan yang sedikit sekali melakukan kritik, analisis, dan perbandingan, penulisan sejarah di Mesir pada abad ke-19 dipengaruhi oleh penulisan metode ilmu pengetahuan baru dengan mengikuti buku-buku sejarah Eropa. mereka mencoba mengeritik, menganilis, membandingkan dan memberikan pandangan mereka tentang apa yang mereka tulis. Dalam hal ini, mereka juga sudah menggunakan ilmu-ilmu bantu sejarah seperti dokumen, numismatik, arkeologi, inskripsi, eksplorasi, geografi dan lain-lain.
Akan tetapi, kecuali al-jabarti yang mencurahkan seluruh usahanya untuk menulis sejarah dan Rifa’ah yang mempunyai kemampuan dalam penulisan sejarah, para penulis sejarah yang lain pada abad ini adalah amatir dengan latar belakang yang pendidikan yang bermacam-macam, seperti hukum, teknik, kesusastraan, agama, dan miliiter. Baru pada abad ke-20, beberapa mahasiswa tingkat graduate dikirim ke Eropa untuk mengambil spesialis dalam bidang sejarah. Setelah itulah banyak muncul ahli-ahli sejarah proprofesional.

C. Historiografi Islam pada Abab ke-20
Sejak abad ke-20, barat menjadi kiblat historiografi islam dalam bidang metodologi dan tema. Sejarawan muslim di Dunia Arab, sejak awal abad ke-20 itu, lambat tapi pasti banyak mengambil tema, metodologi, dan pendekatan penulisan sejarah dari barat. Perubahan-perubahan materi, tema, metodologi, dan pendekatan penulisan sejarah di Barat sejak itu ikut mewarnai perubahan historiografi Islam.
Di Barat kemajuan-kemajuan ilmiah, termasuk dalam bidang sejarah, dengan cepat terjadi. Adalah Volteire yang memulai perubahan berarti dalam penulisan sejarah. Dalam karyanya the Age of Louis XIV (1751), ia menguraikan masyarakat Prancis sebagai satu kesatuan. Ia berusaha menyajikan suatu pandangan yang konprensif dengan meneliti banyak segi kehidupan dan kebudayaannya, seperti peperangan, keuangan, pemerintah, ilmu pengetahuan, kesusastraan, kesenian, adat istiadat, dan agama. Dia juga berusaha untuk mengenal watak yang menjiwai semuanya. Karya-karya perintis seperti karya Voltaire itu membuka perkembangan mazhab kulturgeschichte, yang meskipun menurut namanya mencurahkan perhatian kepada deskripsi dan uraian pola-pola kebudayaan, sangat memperhatikan tipe-tipe sosial dan lembaga kemasyarakatan.
Berbarengan dengan aliran kulturgeschihte, timbul pula aliran sejarah sosial yang tidak sistematis. Tujuan pokok aliran ini adalah penggambaran kehidupan dalam masyarakat. Aliran ini sangat beraneka ragam, seperti juga jangkauan kehidupan yang diamatinya, kadang-kadang menyajikan suatu tinjauan kemasyarakatan secara menyeluruh dan kadang-kadang suatu bagian yang lebih sempit.
Perpaduan antara kulturgeschitchte dan sejarah social yang tidak sistematis itu terjadi pada gerakan March Bolch (1886-1944) dan Lucien Febvru (1878-1956) di Prancis yang mengingkari keyakinan bahwa sejarah dan sosiologi tidak dapat dipadukan. Menurut gerakan ini, pemahaman konteks sosio-kultural menuntut agar ia dipelajari sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, aliran ini berusaha mengubah sejarah sosial menjadi sejarah kemasyarakatan.
Akan tetapi menurut Kontowijoyo, sekalipun sejarah sosial sudah menjadi gejala baru dalam penulisan sejarah sejak sebelum perang dunia II tetapi sebagai sebuah gerakan yang penting baru mendapat tempat sekitar tahun 1950-an, yaitu melalui aliran penulisan Annales tersebut di atas. Secara ideal, sejarah sosial ialah studi tentang struktur dan proses tindakan serta tindakan timbal balik manusia sebagaimana telah terjadi dalam konteks sosio-kultural dalam masa lampau yang tercatat. Dengan istilah lain, sejarah sosial yang ideal adalah sejarah sosial dengan menjadikan masyarakat secara keseluruhan sebagai bahan garapan dengan menjadikan masyarakat secara total atau global. Oleh karena itu, sejarah sosial disebut juga dengan total history atau general history. Akan tetapi, menurut keduanya, dalam prakteknya sebagian peneliti sering sudah merasa puas dengan hanya mencatat, mengisahkan kembali dan melukiskan satu atau beberapa aspek saja.
Mustafa Fathi Usman menerjemahkan general history itu ke dalam bahasa Arab dengan al-Tari>kh al-A>m yang dapat dibedakan dengan al-Tari>kh al-Kha>s (sejarah yang hanya mengkaji satu aspek sosial saja). Dalam bukunya Muhammad Fathi “Usman menyatakan bahwa al-Tari>kh al-‘Akh al-‘Al Kasy>if, guru besar sejarah Islam pada Universitas ‘Ayn Syams. Dia mengatakan bahwa para sejarawan pada awal abad ke-20, dalam pembahasan sejarah hanya berorientasi pada pembahasan peristiwa-peristiwa politik Negara, dan mereka memperhatikan pengkajian terhadap para pemimpin, tokoh-tokoh menonjol, perbuatan dan kontroversi-kontroversi mereka. Oleh karena itu besar kemungkinan ada objek sejarah yang terabaikan. Akan tetapi orientasi modern dalam studi sejarah mengarahkan kepada studi tentang strata sosial bangsa yang beragam cara hidupnya, pranata sosialnya, keadaan sosial, ekonomi, dan politik. Lebih lanjut dia menyatakan bahwa kalau ingin mengkaji sejarah Islam secara benar, sejarawan harus mengkaji seluruh aspeknya seperti aspek ekonomi, sosial, pemikiran, politik, dan seterusnya.
Kini ke arah itulah perkembangan penulisan sejarah Islam bergerak. Namun, penulisan sejarah di Dunia Islam tampaknya sudah berusaha mengikuti perubahan yang terjadi di barat itu. Para sejarawan Arab modern dewasa ini telah disibukkan oleh kampanye metodologi dan pendekatan baru meskipun hal tersebut sudah lama berkembang di Barat itu. Mereka banyak mengajukan kritik terhadap corak penulisan sejarah Islam tradisional. Dengan demikian maka lahirlah karya-karya dari Husayn Haykal dan Mahmud Abbas al-Ikkad.
Akhir-akhir ini banyak sejarawan Islam yang mendapat pendidikan barat secara ilmiah dan metodologi, dan telah menerbitkan karya sejarah penting, baik biografi, sosial, dan ekonomi tentang sejarah Islam dimasa lampau. Adanya studi arsip di Turki menunjukan bahan sejarah yang tersimpan. Publikasi teks sejarah yang dilakukan sejak abad pertengahan tetap menjaga standar normal dalam editing. Dengan kejayaan Islam pada masa lampau dianggap sebagai ilham ideologi politik dalam gerakan yang ada pada sejarah. Hal ini memiliki pengaruh yang besar antara tahnu 1920 sampai tahun 1945. Sampai saat ini penggalian purbakala, pengawetan (conservation), dan studi peninggalan purbakala dari masa sebelum Islam dan masuknya Islam dengan baik dikembangkan dimana-mana.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

mudah mudahan memberimanfaat

Posting Komentar