Oleh : MUSTANAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara alami manusia selalu menghadapi masalah dalam kehidupannya yang harus diselesaikan. Masalah dalam pembelajaran termasuk dalam mata pelajaran sejarah merupakan suatu keharusan yang harus diselesaikan dalam menghadapi dunia yang tidak menentu. Karena itu selayaknyalah jika manusia termasuk peserta didik pada khususnya perlu berlatih menyelesaikan masalah. Pendidikan tidak hanya mengajarkan fakta dan konsep, tetapi juga harus membekali peserta didik untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan ini. Dengan kondisi dan situasi yang demikian ini, pembelajaran yang semestinya disusun ialah berdasarkan masalah.
Dilihat dari aspek filosofis tentang fungsi sekolah sebagai wadah untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat hidup di masyarakat, maka Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangakan. Hal ini disebabkan pada kenyataannya setiap manusia akan selalu dihadapkan kepada masalah. Mulai masalah yang sederhana sampai kepada masalah yang kompleks. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah inilah diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Metode ceramah yang dipergunakan dalam pembelajaran secara umum dan pembelajaran sejarah pada khususnya selama ini menyebabkan peserta didik terpaku mendengarkan cerita dan betul-betul membosankan, situasi pembelajaran diarahkan pada learning to know, dan permasalahan yang disampaikan cenderung bersifat akademik (book oriented) tidak mengacu pada masalah-masalah kontekstual yang dekat dengan kehidupan peserta didik sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna.
Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (focus) pembelajaran dari belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar di mana siswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari (inkuiri), menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif.
Pendekatan apapun yang digunakan dalam pembelajaran harus mendudukkan peserta didik sebagai pusat perhatian dan peran guru sebagai fasilitator dalam mengupayakan situasi untuk memperkaya pengalaman belajar peserta didik.. Penyempurnaan pembelajaran dicobakan dengan mengimplementasikan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Dalan hal ini pembelajaran didesain dengan mengkonfrontasikan peserta didik dengan masalah-masalah kontekstual yang berhubungan dengan materi pembelajaran sejarah sehingga peserta didik mengetahui mengapa mereka belajar kemudian mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi dari buku sumber serta diskusi dengan temannya untuk dapat mencarikan solusi masalah yang dihadapinya.
Dengan demikian pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu strategi dan model pembelajaran yang sangat penting untuk diterapkan dalam proses pembelajaran untuk mengasah wawasan berfikir peserta didik untuk senantiasa bersikap kritis, kreatif dan inovativ. Dengan Pembelajaran Berbasis Masalah ini peserta didik mampu memahami dan mengetahui setiap masalah yang dihadapinya dalam pembelajaran serta berusha menemukan solusi dari masalah tersebut.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis/berdasarkan masalah dikenal dengan istilah problem based learning (PBL), pada awalnya dirancang untuk program graduate bidang kesehatan oleh Barrows (1988) yang kemudian diadaptasi untuk program akademik kependidikan oleh Stepein Gallager. PBL ini dikembangkan berdasarkan teori psikologi kognitif modern yang menyatakan bahwa belajar suatu proses yang dalam di mana pembelajar secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan belajar yang dirancang oleh fasilitator pembelajaran.
Teori yang dikembangkan ini mengandung dua prinsip penting yaitu 1) belajar adalah suatu proses konstruksi bukan proses menerima (receptive process), 2) belajar dipengaruhi oleh faktor interaksi sosial dan sifat kontekstual dari pelajaran. Teori ini mengisyaratkan bahwa dalam pembelajaran terdapat proses konstruksi pengetahuan oleh pembelajar, terjadi interaksi sosial baik antar peserta didik maupun guru serta materi pembelajaran yang bersifat kontekstual. Berdasarkan dua prinsip yang terkandung dalam PBL, maka guru harus mampu memberikan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan yang ingin dipelajarinya
Model pembelajaran berbasis masalah ini telah dikenal sejak zaman Jhon Dewey. Dewasa ini, model pembelajaran ini mulai diangkat, sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran berdasarkan banyaknya permasalahan yang membutuhkan pembelajaran yang autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan tersebut.
Pembelajaran Berbasis masalah (Probelem Based learning), yang kemudian disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik . PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah . Lebih lanjut Boud dan Felleti, menyatakan bahwa Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar.
Menurut Arends seperti yang dikutif oleh Ibrahim dan M. Nur menyatakan bahwa:
Pembelajaran berdasarkan masalah adalah merupakan suatu pendekatan sekaligus model pembelajaran di mana siswa diajarkan pembelajaran yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
Model pembelajaran berbasis masalah ini juga mengacu pada pada model pembelajaran yang lain seperti pebelajaran berdasarkan proyek (project based instruction), pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience based instruction), belajar autentik (authentic learning) dan pembelajaran bermakna atau pembelajaran berakar pada kehidupan (anchored instructioni). Model pembelajaran berbasis masalah ini bukan hanya sekadar metode mengajar tetapi juga merupakan metode berpikir, sebab dalam pemecahan masalah menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Linkungan memberi masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman peserta didik yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
Dari berbagai uraian pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan sekaligus model pembelajaran yang memberikan rangsangan kepada peserta didik untuk berpikir kritis dalam menyikapi setiap permasalahan yang dihadapinya terutama dalam proses pembelajannya. Pembelajaran berdasarkan masalah ini merupakan model yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah ada dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri untuk memecahkan masalah yang sedang dipikirkannya itu.
B. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Strategi pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning / PBL) dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Model pembelajaran ini terutama digunakan untuk meransang peserta didik untuk berfikir. Karenanya model ini akan banyak memamfaatkan metode lain yang dimulai dari pencarian data samapi kepada penarikan kesimpulan.
Pembelajaran Berbasis masalah memiliki karakteristik-karakteristik yaitu : (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata peserta didik, (3) mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
Ibrahim dan M. Nur dalam Kunandar mengemukakan bahwa ada empat hal yang menjadi ciri atau kerakteristik pembelajaran berbasis masalah yaitu :
1. Pembelajaran mengedepankan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan perinsip-perinsip atau keterampilan akademik tertentu tetapi mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk peserta didik. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan menemukan berbagai macam solusi untuk situasi itu.
2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin
Meskipun pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu, (IPA, Matematika, dan ilmu-ilmu sosial termasuk sejarah) tetapi dalam pemecahannya melalui solusi, peserta didik dapat meninjaunya dari berbagai mata pelajaran yang ada. Sebagai contoh keruntuhan dinasti islam masa lalu yang rata-rata disebabkan lemahnya pemerintah dalam mengambil kebijakan, terjadinya perebutan kekuasaan di tingkat pusat, berubahnya sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi yang akhirnya menyebabkan disintegrasi bangsa. Lalu kemudian guru mengaitkan dengan kondisi bangsa sekarang lalu dicari pemecahnnya.
3. Penyelidikan Autentik
Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan peserta didik melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksprimen (jika diperlukan), membuat interfensi dan merumuskan kesimpulan
4. Menghasilkan produk / karya dan memamerkannya
Pembelajaran berbasis masalah menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelasaian masalah yang mereka temukan. Produk ini dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, dan video.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga ciri utama dari strategi pembelajaran berbasis masalah. Pertama, pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktifitas pembelajaran, artinya dalam implementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Pembelajaran berbasis masalah tidak mengharapkan peserta didik hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi peserta didik aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci proses pembelajaran. Ketiga pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan dengan tahpan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
C. Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi siswa, dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata). Pemecahan masalah memegang peranan penting baik dalam pelajaran sains maupun dalam banyak disiplin ilmu lainnya, terutama agar pembelajaran berjalan dengan fleksibel. Kalau seorang peserta didik dihadapkan pada suatu masalah pada akhirnya bukan hanya sekedar memecahkan masalah, tetapi juga belajar sesuatu yang baru.
Manfaat lain dari pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah. Dengan pembelajaran berbasis masalah ini siswa berusaha berpikir kritis dan mampu mengembangkan kemampuan analisisnya serta menjadi pembelajar yang mandiri. Pembelajaran berbasis masalah memberikan dorongan kepada peserta didik untuk tidak hanya sekedar berpikir sesuai yang bersifat konkret tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks.
Selain manfaatnya, pembelajaran berbasis masalah juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan PBM sebagai suatu model pembelajaran adalah :
1. Realistis dengan kehidupan siswa.
2. Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa.
3. Memupuk sifat inquiri siswa.
4. Retensi konsep jadi kuat.
5. Memupuk kemampuan problem solving.
Dari kelebihan tersebut dapat dipahami bahwa pembelajaran berbasis masalah membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektualnya. Para peserta didik belajar dengan keterlibatan langsung dalam pengalaman nyata atau simulasi serta menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
Selain kelebihan yang telah dkemukakan di atas pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kekurangan antara lain, yaitu :
1. Membutuhkan persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks.
2. Sulitnya mencari problem yang relevan.
3. Sering terjadi miss-konsepsi.
4. Memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan.
Guru adalah pendidik yang membelajarkan siswa, maka guru harus melakukan pengorganisasian dalam belajar, menyajikan bahan belajar dengan pendekatan pembelajaran tertentu dan melakukan evaluasi hasil belajar, guru professional selalu berusaha mendorong siswa agar berhasil dalam belajar.
Kekurangan-kekurangan dalam model pembelajaran berbasis masalah ini bukan berarti PBL merupakan model pembelajaran yang kurang efektif untuk deterapkan dalam proses pembelajaran, akan tetapi kekurangan-kekurangan dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah yang dikemukakan di atas, menuntut guru sebagai pendidik harus kreatif dalam meminimalisir serta berusaha mencari solusi untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut.
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar